27.2.25

Tak perlu banyak kata - Cerpen


Langit di luar tampak mendung saat Reno kembali ke mejanya dengan secangkir kopi hitam. Di atas mejanya, setumpuk berkas menanti. Tanpa mengeluh, ia menarik napas dan mulai bekerja.
 “Bro, revisi ini ya? Aku ada meeting penting.” Fadil meletakkan dokumen di meja Reno tanpa menunggu jawaban. Tangannya sudah meraih kunci mobil sebelum Reno sempat menoleh. 
 Reno mengambil berkas itu dan membacanya. Satu-dua coretan muncul di kertas sebelum jemarinya mulai mengetik. 
 Sehari-hari, permintaan seperti itu bukan hal baru. Sebuah email masuk dengan subjek urgent. Beberapa lembar dokumen lain mendarat di mejanya, diantar oleh tangan yang terbiasa pergi tanpa banyak bicara. 
 Waktu berlalu. Kantor mulai sepi. Di luar, hujan turun. Reno masih di tempatnya, merapikan tabel, memastikan angka-angka sesuai, mengirim laporan tanpa nama di akhir paragraf.
 Esoknya, ruang rapat dipenuhi wajah-wajah tegang. Proyek besar menemui kendala, dan manajer ingin tahu siapa yang bertanggung jawab. 
 “Reno yang mengerjakan laporan itu.” Seseorang berkata. Yang lain mengangguk setuju. 
 Pak Jaya, yang duduk di sudut ruangan, meletakkan bolpennya. “Dia yang mengerjakan atau kalian yang menyerahkan?” Tak ada jawaban. Beberapa pasang mata saling melempar pandang. 
Reno tetap diam. Tak perlu menjelaskan. Tak perlu membela diri. Ia hanya merapikan kursinya sebelum meninggalkan ruangan. Ada pekerjaan lain yang harus diselesaikan.
... 

 Hujan merintik pelan di luar jendela ketika Reno merapikan dokumen terakhir di mejanya. Jam di dinding menunjukkan pukul delapan malam. Kantor hampir kosong, hanya menyisakan segelintir karyawan yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. 
Reno menghela napas, menyimpan laptopnya, lalu berdiri untuk beranjak.
 Di sudut ruangan, Pak Jaya masih duduk di kursinya, tatapannya tertuju pada layar monitor. Sekilas, ia tampak tenggelam dalam pekerjaannya, seolah tak peduli dengan hiruk-pikuk kantor yang sudah mulai mereda. Namun, di balik kesan acuh tak acuh itu, ia telah lama mengamati. 
 Esoknya, suasana kantor kembali seperti biasa. Reno tetap bekerja dalam diam, menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya tanpa banyak bicara. 
Namun, ada yang berbeda. Beberapa rekan yang selama ini hanya melihatnya sebagai seseorang yang mudah dimanfaatkan mulai memperlakukannya dengan lebih hormat. 
Mereka yang sebelumnya menyerahkan tugas tanpa pikir panjang kini mulai belajar meminta tolong dengan cara yang lebih sopan, bahkan menawarkan bantuan saat melihatnya kewalahan. Siang itu, Reno menerima panggilan untuk menghadap Pak Jaya di ruangannya.
 Tanpa basa-basi, Pak Jaya langsung membuka pembicaraan. "Aku sudah lama memperhatikan cara kerjamu," ujarnya, menatap Reno dengan ekspresi serius. "Kamu tipe orang yang langka. Sayangnya, di kantor ini, sistem yang ada tidak berpihak padamu."
 Reno tetap diam, membiarkan atasannya melanjutkan. "Aku ingin menarikmu ke posisi yang lebih baik, tapi aturan perusahaan membatasi ruang gerakku. Namun, aku tidak ingin bakatmu terbuang begitu saja."
 Pak Jaya menyandarkan punggungnya ke kursi. "Di luar sini, aku punya proyek lain. Aku butuh seseorang yang bisa bekerja dengan disiplin dan profesional. Jika kamu tertarik, aku ingin menawarkanmu kesempatan di sana. Gajinya lebih besar, dan kamu masih bisa bertahan di sini jika mau." 
 Reno menatap Pak Jaya, mencoba menangkap maksud tersembunyi di balik tawaran itu. 
Namun, yang terlihat hanyalah ketulusan seorang atasan yang enggan membiarkan potensi terpendam tanpa arah. 
 "Saya siap, Pak," jawabnya singkat. 
 Seiring waktu, Reno mulai mengerjakan proyek tersebut. Pendapatannya meningkat, dan kesempatan terus berdatangan. Di sisi lain, hubungannya dengan rekan-rekan kerja pun semakin erat. 
Mereka yang dulu hanya mengenalnya sebagai seseorang yang tak pernah menolak tugas kini melihatnya sebagai sosok yang dapat diandalkan. 
Beberapa mulai merekomendasikannya untuk proyek lain, ada yang meminta bantuannya dalam analisis laporan keuangan, dan tak sedikit yang mengajaknya bergabung dalam usaha sampingan. 
 Tanpa banyak bicara, Reno membuktikan bahwa kerja keras dan ketulusan tidak pernah sia-sia. 
Ia tidak perlu menjelaskan siapa dirinya. Mereka yang egois tidak akan perduli, dan mereka yang memahami tidak membutuhkan penjelasan. 
Ia hanya terus bekerja, sementara dunia mulai membukakan jalannya sendiri.

--end--
Previous Post
Next Post

Author:

Blog Iqna

adalah blog yang berbagi informasi, tips, tutorial seputar android, windows, hiburan, game, dan Informasi menarik lainnya, Semoga Bermanfaat.