Bagian 1 – Interogasi Alien?!
Darren membuka matanya perlahan. Pandangannya masih buram. Cahaya putih terang menusuk matanya. Sial. Mereka menangkapku.
Di sekelilingnya, beberapa "manusia" berjas putih berdiri dengan clipboard di tangan. Mereka berbicara dengan suara aneh—datar, mekanis, tanpa emosi.
Darren tahu betul apa ini. Alien-alien itu sudah menyusup ke tubuh manusia.
Ia pura-pura tetap pingsan. Harus mengamati situasi dulu.
Subjek 1108 sadar.
Tingkat delusi masih tinggi.
Tetap awasi pergerakannya.
Delusi? Hah! Mereka pikir dirinya delusi? Justru dunia ini yang gila! Semua orang berperilaku seperti robot yang diprogram aturan absurd: kerja 9 to 5 tanpa protes, percaya iklan tanpa berpikir, dan lebih peduli jumlah likes daripada kebahagiaan nyata.
Darren satu-satunya yang tersisa. Satu-satunya yang waras.
Ia mengintip sedikit. Ada pintu. Jaraknya tiga meter. Penghalangnya? Dua alien berkacamata dan satu suster berbadan kekar.
Oke. Rencana pelarian dimulai.
Langkah 1: Kagetkan Musuh!
Darren tiba-tiba duduk tegak dan berteriak:
“JANGAN IMPLANT CHIP DI OTAKKU, DASAR MAKHLUK REPTIL!”
Para alien (yang pura-pura jadi dokter) terkejut. Suster berbadan kekar bahkan tersedak permen karet.
Langkah 2: Manuver Bunglon!
Darren meraih jas putih di kursi sebelahnya, memakainya dalam 0,3 detik, lalu mengambil clipboard dan berjalan santai menuju pintu.
“Pasien ini sudah aman,” katanya santai, berusaha meniru suara datar mereka.
Dokter berkacamata menatapnya curiga. “Tunggu… siapa kau?”
Darren menghela napas. Ah, sudah kuduga ada yang susah diajak kerja sama.
Dengan penuh wibawa, ia menunjuk wajahnya sendiri dan berkata dengan nada bos besar:
“Aku… Atasan barumu.”
Langkah 3: Keluar dengan Gaya!
Suster kekar masih bingung. Dokter berkacamata mencoba membuka clipboard-nya untuk mengecek data. Terlambat.
Darren menendang troli medis ke arah mereka!
BRAK!
“Sorry, sorry! Ups, licin banget ya lantainya!” katanya sambil berlari zig-zag melewati mereka.
Sirene berbunyi. Alien-alien itu sadar dia kabur!
Tapi Darren sudah tahu ke mana harus pergi.
Tujuan: Bunker Rahasia. Benteng 007.
Petualangan baru saja dimulai.
Bagian 2 – Kejar-kejaran dengan Alien Berotak Kentang
Sirene meraung. Lampu merah berkedip. Suara langkah kaki alien berkostum manusia terdengar di seluruh koridor.
Mereka tahu aku kabur.
Darren berlari secepat mungkin, melewati lorong-lorong yang terasa seperti labirin. Di belakangnya, para alien berbadan manusia mengejarnya dengan ekspresi datar dan gerakan kaku.
“BERHENTI ATAU KAMI AKAN MEMAKSA!” teriak salah satu alien berbaju dinas.
Darren tertawa sinis. “Oh ya? Dengan apa? Dengan peraturan birokrasi kalian yang membosankan?”
Tiba-tiba, BLAM! Dua alien menghadangnya di depan, menghalangi jalannya.
Oke, saatnya pakai kekuatan supranaturalku.
1. Pertarungan Epik yang Tidak Perlu
Alien pertama maju dengan sikap arogan, mengangkat tangannya seolah mau menangkap Darren.
Darren mendengus. “Serius? Gerakan kalian lebih lambat dari WiFi gratis di restoran!”
WHUUSH! Dengan kecepatan luar biasa, Darren merunduk dan menyapu kaki alien itu. BAM! Alien itu jatuh seperti karung tepung.
Alien kedua mencoba menyerang dengan jurus "Cengkeraman Pegawai Negeri", gerakan kaku penuh formalitas.
Darren melompat ke samping dan tiba-tiba… menari moonwalk.
“Oops, meleset! Coba lagi, Pak Robot!” katanya sambil terus mundur dengan gaya Michael Jackson.
Alien itu kebingungan, mencoba mengatur ulang programnya. Kesempatan!
Darren mengambil vas bunga di dekatnya dan melemparnya ke kepala alien itu. PLAK! Kena!
Alien itu tidak pingsan, tapi malah bergumam, “Prosedur tidak sesuai protokol… sistem… overload…” dan jatuh sendiri.
Darren tertawa puas. “Aku bahkan nggak perlu susah payah.”
2. Pelarian Dramatis Lewat Ruang Alien
Ia kembali berlari. Tujuannya jelas: bunker rahasia!
Namun, saat melewati satu ruangan, ia melihat sesuatu yang mengejutkan.
Puluhan alien berjas putih duduk rapi di meja, mengetik laporan di komputer, ekspresi mereka kosong.
Darren bergidik. “Astaga… mereka benar-benar sudah dikuasai sistem.”
Ia mendekati salah satunya, seorang alien tua berkacamata. “Hey, Pak, sudah sadar kalian itu dikendalikan oleh ras alien gila?”
Alien itu menatapnya datar. “Saya hanya mengikuti prosedur.”
Darren menghela napas. “Tentu saja. Kalian memang nggak bisa berpikir sendiri. Kalau aku nulis di formulir ‘saya alien dari luar angkasa’, kalian juga bakal terima tanpa pertanyaan, kan?”
Alien itu terdiam sejenak. Lalu mengangguk. “Silakan isi formulirnya di loket 3.”
DASAR MAKHLUK BEROTAK KENTANG!
Tiba-tiba, pintu di belakangnya terbuka. Pasukan alien berseragam masuk!
“Dia ada di sini! Tangkap dia!”
Darren langsung berlari ke pintu lain, melompati meja, menjatuhkan kopi salah satu alien (yang tetap tidak bereaksi), dan menyelinap keluar sebelum mereka bisa menangkapnya.
3. Menuju Benteng 007!
Darren akhirnya melihat tujuannya. Pintu kamarnya! Benteng 007!
Ia mengambil napas dalam. Satu lompatan lagi…
BRAK! Ia menerobos masuk, mengunci pintu, dan langsung membuka bunker rahasianya… alias sebuah lemari kayu tua.
Ia masuk, menutup pintu lemari, dan mengambil napas.
Akhirnya aman.
Atau… apakah ini belum selesai?
Bagian 3 – Kebenaran yang Tidak Bisa Diterima
Darren duduk di dalam bunker rahasianya—sebuah lemari kayu yang sempit, tapi nyaman.
Di luar, suara langkah kaki alien terdengar semakin dekat. Mereka mencari, tapi Darren tahu aturan nomor satu dalam bertahan hidup di dunia yang sudah gila:
Jangan pernah meremehkan kekuatan tempat persembunyian konyol.
Ia menempelkan telinganya ke dinding lemari.
“Ke mana dia pergi?”
“Entahlah. Sepertinya dia menghilang.”
“Aneh. Sistem kita mendeteksi bahwa dia masih ada di sekitar sini.”
Darren nyaris tertawa. Tentu saja sistem mereka tidak bisa mendeteksi kecerdasan tingkat tinggi miliknya.
Beberapa menit berlalu. Hening. Mereka sudah pergi.
Darren akhirnya keluar dari lemari, meregangkan tubuhnya.
Mission accomplished.
Ia melihat sekeliling. Kamar ini adalah benteng terakhir kebebasannya. Tak ada aturan konyol, tak ada prosedur absurd. Hanya dirinya, seorang pria waras di tengah dunia yang gila.
Ia berjalan ke meja kecil di sudut ruangan, membuka laci, dan mengeluarkan buku catatan perang melawan para alien.
Tapi saat ia membuka halaman pertama, ia melihat sesuatu yang aneh.
Isinya… tulisan tangannya sendiri.
PENGUNGKAPAN BESAR
Darren membaca catatan itu dengan alis berkerut.
"Hari ke-124 di benteng pertahanan. Alien-alien masih menguasai dunia. Aku tetap berpura-pura mengikuti aturan mereka sambil menyusun strategi."
"Hari ke-200. Mereka mencoba meyakinkanku bahwa AKU yang gila. Mereka bilang ini rumah sakit jiwa. Tentu saja mereka bohong! Mereka tidak bisa menerima bahwa ada satu manusia yang masih berpikir waras!"
Darren merasa pusing. Ia melihat ke sekeliling kamarnya.
Dinding putih. Tempat tidur sederhana. Tidak ada alat elektronik selain lampu kecil.
Perlahan, ia berjalan ke jendela dan mengintip keluar.
Di luar, ada halaman luas dengan pohon-pohon rapi. Dan beberapa pasien yang berjalan dengan ekspresi kosong, diawasi oleh suster-suster berbadan besar.
Suster yang tadi mencoba menangkapnya juga ada di sana… dan dia tidak terlihat seperti alien sama sekali.
Tidak ada teknologi canggih. Tidak ada kapal luar angkasa. Tidak ada tanda-tanda invasi alien.
Hanya rumah sakit jiwa.
PILIHAN AKHIR
Darren mulai mundur perlahan, kepalanya penuh dengan pertanyaan.
Apakah dunia benar-benar sudah dikuasai alien?
Atau… selama ini dia memang pasien di rumah sakit jiwa?
Ia menatap buku catatannya. Ada dua pilihan:
1. Percaya bahwa dunia ini sudah gila, dan dia satu-satunya yang waras.
2. Menerima bahwa dia yang gila, dan semua ini hanya halusinasi.
Darren mengambil napas panjang. Lalu ia menutup buku catatan itu dengan senyum santai.
“Aku nggak perlu jawabannya sekarang,” katanya sambil kembali masuk ke dalam lemarinya.
Karena di dunia yang sudah gila ini, lebih baik menjadi orang waras terakhir… daripada menjadi bagian dari kegilaan itu sendiri.
TAMAT.