Jaka berjalan paling depan, langkahnya mantap, matanya tajam menelusuri jejak di tanah. Sesekali ia berhenti, mengamati arah angin dan gerak-gerik dedaunan, lalu memilih jalur yang paling aman. Sementara itu, Rendra mengikuti dari belakang, memanggul perbekalan di pundaknya. Langkahnya berat, wajahnya terlihat kesal.
“Selalu saja aku yang dapat tugas seperti ini,” gumamnya pelan.
Suara lirih itu tetap terdengar oleh Raden Arya, tapi ia tak menanggapi.
Hutan semakin lebat, udara dingin bercampur dengan aroma tanah basah. Tiba-tiba, terdengar auman menggelegar dari kejauhan. Ketiganya seketika berhenti.
Raden Arya menoleh ke Rendra. “Periksa apa yang terjadi.”
Rendra terkejut. “Sendiri?”
Raden Arya hanya mengangguk.
Mau tak mau, Rendra melangkah dengan hati-hati ke arah sumber suara. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan wajah tegang. “Harimau… tampaknya sedang istirahat.”
Raden Arya tetap tenang. “Periksa lagi. Pastikan apakah ia sekadar istirahat atau ada hal lain.”
Rendra menghela napas, lalu kembali mengamati dari balik pepohonan. Kali ini, ia menghabiskan lebih banyak waktu sebelum kembali dengan jawaban yang sedikit lebih rinci. “Ia tidak bergerak, tapi matanya terbuka. Mungkin sedang mengawasi sesuatu.”
Raden Arya mengangguk. “Pergi sekali lagi, amati lebih teliti.”
Rendra kembali untuk ketiga kalinya, kali ini dengan ekspresi semakin jengkel. “Masih di sana. Sepertinya ia baru saja makan karena ada bangkai rusa di dekatnya. Tapi… aku tidak yakin apakah ia akan pergi atau tetap di situ.”
Raden Arya menatapnya sejenak, lalu beranjak ke arah Jaka yang berdiri agak jauh. “Jaka, periksa apa yang terjadi dengan harimau itu.”
Tanpa bertanya, Jaka segera bergerak. Beberapa saat kemudian, ia kembali dengan laporan yang lebih rinci. “Harimau itu sedang menjaga buruannya—seekor rusa yang tampaknya baru saja mati. Ada jejak cakarnya di tanah, menandakan ia sudah berada di sana sejak semalam. Sekitar lima puluh langkah dari tempat itu, ada jejak kijang, kemungkinan masih ada kawanan di sekitar. Di atas pohon, beberapa burung pemakan bangkai mulai mengintai. Jika harimau pergi, mereka akan segera turun. Namun, harimau masih waspada.”
Ia melanjutkan dengan nada lebih serius. “Arah angin bertiup ke utara, Jika kita terlalu dekat, bau manusia akan terbawa angin dan harimau bisa merasa terancam. Dalam kondisi seperti ini, ada dua kemungkinan: ia akan pergi atau menyerang lebih dulu untuk mempertahankan buruannya.”
Raden Arya tersenyum tipis, lalu menatap Rendra. “Kau mengerti sekarang?”
Rendra menunduk, wajahnya memerah. Ia baru menyadari bahwa tugasnya bukan sekadar formalitas yang pilih kasih. Pengamatan yang tidak teliti bukan hanya akan memberi informasi yang kurang akurat, tapi juga bisa membahayakan mereka semua.
Perjalanan pun berlanjut, tetapi ada yang berbeda. Rendra kini melangkah lebih tegap, dan tidak ada lagi keluhan yang keluar dari mulutnya.
*i*q*n*a*