24.4.25

Dilema Cinta Karyo - Cerpen

 


Bagian 1: Karyo dan Sumi.

Di sebuah desa yang asri, dengan sawah hijau membentang dan angin sepoi-sepoi membawa wangi bunga kopi, hiduplah sepasang penganten baru, Karyo dan Sumi. Mereka tinggal di rumah kayu kecil yang dikelilingi kebun pisang dan suara jangkrik yang selalu setia menemani malam.

Kehidupan mereka sederhana tapi penuh tawa. Setiap pagi, Karyo pergi ke ladang dengan motor laki 4-tak kesayangannya yang selalu mengkilap. Bukan cuma Karyo yang suka motor itu, tapi juga sapi peliharaannya, Si Gondrong.

Si Gondrong ini unik, bukan seperti sapi biasa yang sukanya makan rumput dan tidur di kandang. Sapi ini lebih mirip penggemar motor. Tiap kali Karyo menghidupkan mesin, Si Gondrong langsung lari menghampiri, matanya berbinar-binar, dan dengan setia mengikuti Karyo ke mana pun pergi, persis seperti fans ketemu idola.

Sumi yang melihat ini mulai merasa aneh. Suaminya lebih sering ngobrol sama motor dan sapi daripada dengannya. Apalagi, setiap kali Karyo pulang, dia selalu bilang ke motornya:

"Nah, pulang kita! Makasih ya udah nemenin."

Si Gondrong pun ikut-ikutan, menggosokkan kepalanya ke motor, seolah mengerti bahasa manusia.

Sumi diam-diam cemburu, tapi gengsi buat ngomong langsung. Dia hanya bisa cemberut, duduk di teras sambil nyabutin rumput tanpa tujuan jelas.

Karyo yang nggak peka cuma garuk-garuk kepala melihat istrinya begitu. Dia pikir Sumi cemburu sama sapinya.

Malamnya, saat mereka makan malam di bawah cahaya lampu teplok, Karyo akhirnya mencoba menyelidiki.

"Sumi, kamu kenapa sih? Mukamu cemberut gitu, mirip bebidol suwek. Padahal kalau kamu tersenyum, wajahmu yang bebifish makin cuantik."

Sumi mendengus, makin manyun.

"Udah, jangan ganggu!"

Karyo makin bingung. Dia melirik ke kandang, melihat Si Gondrong yang asyik berdiri di dekat motornya, seolah sedang kencan.

"Eh, kamu cemburu sama sapi ya?" tanya Karyo polos.

Sumi langsung melotot. "Hah?!"

Tanpa menjawab, Sumi langsung berdiri, masuk ke dalam kamar, dan mengemasi pakaiannya.

Karyo yang masih nggak ngerti apa-apa cuma bisa garuk-garuk kepala lagi. Lho, lho, kok malah pergi?

Sumi keluar rumah dengan tas kecilnya, lalu naik ke motor adiknya yang sudah menunggu di depan rumah.

"Aku pulang ke rumah orang tua dulu!" katanya ketus, lalu pergi tanpa menoleh.

Karyo bengong. Masalahnya apa, solusinya gimana?

Dia melihat ke arah motornya, lalu ke sapi, lalu ke langit malam yang berbintang.

"Lah, ini salah siapa? Sapi? Motor? Atau aku?"

Karyo duduk di kursi bambu, menghela napas panjang. Saat itulah, Si Gondrong mendekat, duduk di sebelahnya sambil mengibaskan ekornya.

Seolah berkata: "Santai, Bos. Ini baru episode pertama."


Bagian 2: Strategi Romantis ala Karyo.

Malam itu, Karyo duduk termenung di depan rumah, menatap jalanan desa yang sepi. Angin dingin bertiup, menggoyangkan daun pisang di pekarangan. Istrinya pergi. Rumah jadi sepi. Bahkan jangkrik pun rasanya bersuara lebih sendu dari biasanya.

Karyo menghela napas. "Ini pasti gara-gara Si Gondrong. Sumi pasti cemburu sama sapi itu." pikirnya.

Sambil menggaruk kepala, dia mulai menyusun strategi. Harus ada cara biar Sumi mau pulang.

Strategi 1: Surat Romantis ala Anak Sekolahan.

Besok paginya, Karyo bangun dengan tekad baru. Dia mengambil kertas bekas bungkus gorengan dan mulai menulis.

"Sumi sayang, pulanglah... Tanpamu rumah ini sepi. Aku kangen senyummu, kangen suaramu, kangen masakanmu... kangen semuanya... Jangan marah lagi ya, nanti aku belikan cilok."

Setelah selesai, dia meminta tolong anak tetangga yang sering main ke rumah untuk mengantar surat itu ke rumah mertua.

Satu jam kemudian, anak itu kembali sambil membawa suratnya lagi.

"Kata Mbak Sumi, nggak ada perangko, jadi suratnya dikembalikan!"

Karyo mencak-mencak. "Ya ampun, Sumiiiii!!"

Strategi 2: Kirim Sapi dengan Kalung Permintaan Maaf.

Gagal dengan surat, Karyo mencari cara lain. Ia menatap Si Gondrong yang sedang mengunyah rumput dengan santai.

"Gondrong, kamu penyebab masalah ini, jadi kamu juga yang harus bantu selesaikan!" kata Karyo.

Dia mengambil kardus, menulis dengan spidol: "Maaf ya Sumi, aku salah. Pulanglah!"

Kardus itu dia ikatkan di leher Si Gondrong seperti kalung pesan.

"Pergi ke rumah Sumi ya, Gondrong. Minta dia pulang!" katanya sambil menepuk punggung sapi itu.

Si Gondrong menurut. Dengan gagah, dia berjalan ke arah rumah mertua. Karyo menunggu dengan harapan besar.

Lima belas menit kemudian, seorang pemuda datang sambil ketawa ngakak.

"Mas Karyo, itu sapi panjenengan kok malah nyasar ke warung bakso? Sekarang malah ngantri di depan kasir!"

Karyo langsung tepok jidat. Misi gagal lagi.

Strategi 3: Jurus Pamungkas, Janji Jual Motor.

Hari ketiga, Karyo kehabisan ide. Akhirnya dia nekat pergi langsung ke rumah mertuanya. Sampai di sana, Sumi masih manyun di teras.

"Sumi, ayo pulang!" katanya dengan suara penuh harap.

Sumi melipat tangan di dada. "Aku mau pulang kalau kamu jual motormu!"

Karyo terbelalak. "Hah?!"

Menurut pemikirannya yang masih belum nyambung, dia menganggap Sumi ingin motor itu dijual supaya Si Gondrong tidak mengikuti dia terus.

"Jadi kamu nggak mau sapi itu ikut aku lagi?" tanya Karyo memastikan.

Sumi langsung mengangguk tegas.

"Baiklah!" kata Karyo. Dengan berat hati, dia mengangguk mantap. "Aku janji, motor itu akan kujual!"

Mata Sumi berbinar. "Beneran?"

"Iya, demi kamu, Sum!" kata Karyo dengan ekspresi bak pahlawan yang rela berkorban demi cinta.

Sumi tersenyum lebar. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, wajahnya kembali berbinar.

"Ya udah, ayo pulang!" katanya sambil berdiri.

Karyo menghembuskan napas lega. Akhirnya misi berhasil!

Tapi dia tidak tahu... masalah belum benar-benar selesai.


Bagian 3: Cobaan Baru.

Beberapa hari setelah kepulangan Sumi, Karyo akhirnya menepati janjinya. Motor laki 4-tak kesayangannya resmi dijual. Sebagai gantinya, dia membeli motor bebek yang lebih kecil dan katanya lebih ramah buat kehidupan desa.

Hari pertama naik motor bebek, Karyo merasa ada yang aneh. Motornya terasa lebih ringan, lebih pelan, dan… lebih banyak penggemarnya.

Awalnya, dia tidak curiga. Tapi saat dia melewati gang kecil menuju sawah, tiba-tiba terdengar suara “Kwek kwek kwek!” di belakangnya.

Saat menoleh, matanya langsung membelalak.

Puluhan bebek tetangga berlarian mengejarnya!

Mereka berlari dengan semangat, sayap mengepak kecil, paruh terbuka seperti pasukan yang sedang menyambut raja mereka.

Karyo langsung panik.

"Waduh, kenapa bebek-bebek ini nguber aku?!" teriaknya sambil menambah kecepatan.

Tapi semakin kencang dia melaju, semakin kencang juga bebek-bebek itu mengejar.

Suara kwek-kwek menggema di jalan desa, menarik perhatian warga.

Orang-orang keluar rumah, melihat pemandangan langka ini. Ada yang tertawa, ada yang heran, ada juga yang buru-buru menyelamatkan bebek mereka sendiri.

Sementara itu, di depan rumah, Sumi sedang menyapu halaman. Saat mendengar kegaduhan, dia mendongak dan melihat suaminya panik dikejar bebek-bebek kampung.

Dan di saat itulah…

Sumi meledak dalam tawa.

Tawa yang renyah, keras, dan benar-benar lepas.

Karyo yang tadinya panik, malah semakin bingung.

"Lho, kamu nggak marah?!" teriaknya sambil tetap melajukan motor.

Sumi tertawa sampai harus memegang perutnya. "Kenapa aku harus marah?! Ini lucu banget!"

Karyo akhirnya berhenti, wajahnya masih tegang.

"Kamu nggak cemburu sama bebek-bebek ini kan?!" tanyanya penuh kekhawatiran.

Sumi mengusap air mata karena terlalu banyak tertawa, lalu mendekat dan mencubit pipi suaminya.

"Karyo… Aku tuh nggak pernah cemburu sama sapi! Aku cemburu gara-gara kamu lebih perhatian sama motor daripada aku!" katanya sambil terkikik.

Karyo terdiam. Lampu di kepalanya akhirnya menyala.

"Jadi… selama ini… bukan sapinya?"

Sumi mengangguk, masih menahan tawa.

Karyo menatap motornya, lalu menoleh ke bebek-bebek yang masih berdiri di sekelilingnya.

Dia menghela napas panjang.

"Ya Allah… Baru juga sehari ganti motor, udah ada fans baru lagi."

Sumi tertawa makin keras.

***
Si Gondrong yang melihat dari kejauhan hanya mengunyah rumput dengan tenang, lalu berfikir, "Manusia memang ribet... cinta aja pake drama. Moooooo...."
***

Dan hari itu, di desa yang asri itu, mereka kembali menjadi pasangan paling kocak dan romantis yang pernah ada.

— TAMAT —


***

DISCLAIMER HAK CIPTA

Seluruh cerita pendek yang diposting di website www.iqbalnana.com merupakan karya orisinal yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku. Hak cipta sepenuhnya dimiliki oleh pemilik dan penulis situs ini.

Dilarang keras untuk:

1. Merepost (copy-paste) sebagian atau seluruh isi cerita ke platform lain tanpa izin tertulis dari pemilik situs.

2. Memperjualbelikan cerita ini dalam bentuk buku, e-book, video, audio, atau format lainnya tanpa izin resmi.

3. Menggunakan isi cerita untuk kepentingan komersial tanpa perjanjian dan persetujuan dari penulis.

Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku. Jika Anda menemukan kasus pelanggaran hak cipta terkait karya di website ini, silakan hubungi pihak pengelola situs untuk tindakan lebih lanjut.

Terima kasih telah mendukung karya orisinal dan menghormati hak cipta.

***


Latest
Next Post

Author:

Iqbalnana.com

Iqna menyajikan berbagai cerita pendek, kisah inspiratif, dan tips gaya hidup yang menyegarkan. Temukan template kreatif, gambar menarik, dan konten hiburan yang menginspirasi di sela waktu senggang anda.