Bagian 1: Kehidupan Maya yang Luar Biasa.
Alarm berbunyi pukul 04.30 pagi, tapi Maya sudah bangun tiga detik sebelumnya. Bukan karena jam biologis yang teratur, tapi karena Tia (5 tahun) tiba-tiba tidur nyelonjor dan menendang wajahnya.
Dengan sigap, Maya bangkit dari kasur, menatap keluarga yang masih lelap, dan menarik napas panjang.
"Hari baru, perjuangan baru," gumamnya.
05.00 – Perang sendiri di Dapur.
Maya menyiapkan sarapan. Telur dadar terbang ke piring dengan akurasi ninja, roti meluncur ke toaster, dan kopi suami tersaji dalam suhu yang tepat tanpa perlu diuji di laboratorium NASA.
Semua terjadi dalam 15 menit, sebuah prestasi yang hanya bisa dilakukan dengan The Power of Emak.
Tapi baru saja ia menghela napas, tiba-tiba...
Takk.. Pyurrr...!
Mama!!!
Raka (7 tahun) menjatuhkan segelas susu.
Tia berteriak karena "bajunya belepotan" dan suami yang baru bangun berkata santai,
"Sayang, dasiku mana ya?"
Maya menoleh dengan tatapan tajam, Dan waktu seolah berhenti. Bahkan Ultraman Ribut yang sedang bertarung di TV pun mendadak berubah jadi boneka Barbie saking takutnya.
"Aku ambil dasinya, kamu lap mejanya, dan Tia… ya ampun, nak, baju kotor itu bukan tragedi dunia!"
07.00 – Sekolah dan Kantor.
Anak-anak akhirnya berangkat sekolah setelah perjuangan panjang, dan suami berangkat kerja dengan dasi yang entah bagaimana sudah terpasang sempurna di lehernya. Maya sendiri buru-buru menuju kantornya.
Di kantor, dia adalah wanita karir profesional—anggun, cerdas, dan serba bisa. Tapi di sela-sela rapat serius dengan klien penting, HP-nya bergetar tanpa ampun.
Notifikasi Grup WA Sekolah:
📢 "Mohon orang tua segera membayar iuran lomba menggambar, batas akhir 10 menit lagi!"
👩🏫 "Besok anak-anak bawa kertas lipat, plastik warna-warni, dan daun jambu segar!"
👩👧👦 "Bunda, Raka tadi ketinggalan bekal, dia nangis di kelas!"
Maya menarik napas panjang dan berkata pada kliennya, "Sebentar ya, Pak. Ini ada… urusan mendesak."
17.30 – Kembali ke Rumah, Babak Baru Dimulai.
Saat orang-orang lain pulang kerja untuk istirahat, Maya justru memulai shift kedua sebagai emak-emak super.
Makan malam? Check.
PR anak? Check.
Suami curhat soal kerjaannya? Check.
Mendamaikan Raka dan Tia yang bertengkar gara-gara pensil warna? Double check.
Hingga akhirnya, pukul 23.00, Maya rebahan di kasur dengan mata setengah tertutup.
"Tidur adalah hak asasi manusia," bisiknya lirih.
Tapi belum sempat terlelap, terdengar suara kecil dari sampingnya.
"Mama…" suara Tia berbisik.
"Iya, Nak?"
"Aku kangen Mama…"
Maya tersenyum, mengelus kepala anaknya, dan lupa kalau tadi ingin marah karena capek.
Besok pagi? Siklus ini akan terulang lagi.
Bagian 2: Maya Sakit, Waktunya Superdad Beraksi (?)
Pagi itu, ada yang berbeda di rumah. Biasanya.., Maya sudah beraksi layaknya komandan dapur perang, tapi kali ini... dia tergeletak di kasur, wajahnya pucat, napasnya berat.
"Mama sakit?" Tia dan Raka terbelalak, seolah melihat pemandangan yang tidak mungkin terjadi di alam semesta ini.
Suami Maya, Damar, yang sedang memasang dasi (setelah 15 tahun menikah masih butuh waktu 10 menit untuk ini), mendekati istrinya.
"Kamu kenapa, Sayang?"
"Demam... capek... mungkin kurang tidur." Suara Maya lirih, tapi matanya masih sempat melirik ke jam. Sudah hampir jam 6!
Panik menyerang. Bukan Maya, tapi Damar.
06.00 – Panik Massal Dimulai.
Tia menarik tangan ayahnya. "Papa! Aku mau sarapan!"
Raka menimpali. "Baju sekolahku di mana?"
Damar mencoba menenangkan diri. Dia kepala keluarga! Dia laki-laki! Pasti bisa meng-handle semua ini!
"Oke, Papa siap! Kita mulai dari… dari…"
Mata Damar menyapu dapur. Apa yang biasa dilakukan Maya dulu? Oh iya, sarapan. Dia membuka kulkas, mengambil telur, lalu berpikir… "Goreng? Rebus? Scramble? Atau…?!"
Akhirnya, setelah 10 menit pergulatan batin, Damar memilih opsi paling aman: roti dan selai.
Tapi...
"Papa, plastik rotinya masih belum dibuka," ujar Raka.
Dengan penuh semangat, Damar langsung membuka plastik roti dengan efisiensi level tinggi.
…dan roti itu jatuh ke lantai.
"PAAPAAAA!"
06.30 – Keputusan Besar: Sarapan Dadakan
Menyadari keahlian kulinernya nol besar, Damar memutuskan cara tercepat: GoFud.
"Nak, kita makan bubur ayam saja, ya?!"
Tia dan Raka saling berpandangan. Mereka ragu. Biasanya, Maya tidak akan pernah mengandalkan GoFud untuk sarapan pagi.
Tapi karena perut sudah keroncongan, akhirnya mereka makan bubur ayam dengan cara yang sangat tidak efisien: Raka menumpahkan kuah, Tia bereksperimen dengan mencampur kecap, sambal, dan kerupuk, sementara Damar masih sibuk mengaduk buburnya sendiri.
Maya yang masih terbaring di kasur, hanya bisa mendengar kekacauan di luar kamar.
"Astaga… Kenapa rasanya aku malah makin pusing?"
07.00 – Misi Antar Sekolah: Level Hardcore.
Setelah sarapan yang lebih mirip eksperimen sains gagal, Damar mulai menyiapkan anak-anak ke sekolah.
"Baju seragam? Oke! Sepatu? Oke! Tas? Oke!"
Tia berdiri sambil mengangkat satu tangan.
"Papa, aku masih pakai piyama."
"Oh…"
Maya dari dalam kamar menutup wajah dengan bantal.
"Ya Allah, kuatkan aku…"
08.00 – Kantor dan WA Group yang Menghantui.
Damar akhirnya berhasil mengantar anak-anak ke sekolah.
Lega? Tidak juga.
Baru saja sampai kantor, HP-nya bergetar.
WA Group Sekolah:
📢 "Jangan lupa anak-anak bawa karton warna untuk tugas hari ini."
📢 "Siapa yang bisa jadi volunteer untuk pentas seni?"
📢 "Tolong transfer uang foto tahunan sebelum jam 10!"
Damar membaca semuanya dengan ekspresi kosong.
Seketika dia menyadari sesuatu…
"YA AMPUN! Begini toh hidup Maya setiap hari?!"
Di sinilah momen kesadaran terjadi.
Seorang Maya bukan hanya seorang istri dan ibu. Dia adalah multi-tasking expert, problem solver, project manager, tukang masak, guru privat, bendahara rumah tangga, dan penyelamat dalam segala situasi.
Tanpa Maya, rumah ini seperti kapal tanpa nahkoda.
Malam Hari – Misi Penuh Cinta.
Damar pulang lebih awal, kali ini dengan niat tulus.
Dia membeli makanan favorit Maya.
Membantu anak-anak mengerjakan PR (walaupun butuh tiga kali lebih lama).
Bahkan, menyapu lantai (dengan hasil yang kurang memuaskan, tapi tetap niat).
Saat akhirnya dia masuk ke kamar, Maya memandangnya dengan tatapan lemah tapi penuh cinta.
"Terima kasih, Sayang… sudah mencoba…"
Damar tersenyum, menggenggam tangan istrinya.
"Aku baru sadar… Aku ini bukan Superdad. Aku ini cuma asistenmu. Kamu superhero sebenarnya."
Maya tertawa pelan, lalu batuk.
"Ya udah, sekarang aku mau tidur. Besok aku harus bangun lebih kuat."
Damar menggeleng.
"Besok, kamu tetap istirahat. Aku dan anak-anak yang urus semuanya."
Dan untuk pertama kalinya dalam lima belas tahun terakhir, Maya tidur tanpa memikirkan apapun.
Bagian 3: Liburan Kocak.
Setelah dua hari istirahat total, Maya akhirnya bangkit dari tempat tidur. Badannya sudah lebih enakan, meskipun hatinya masih sedikit khawatir—entah karena kondisi rumah, anak-anak, atau suaminya yang terlalu semangat mengambil alih semua tugas rumah tangga.
Damar menyambutnya dengan senyum penuh percaya diri.
"Mama udah sehat? Pas banget! Hari ini kita LIBURAAAN!"
"Liburan?" Maya menyipitkan mata. "Tunggu… aku belum packing…"
"Udah!" Tia menjawab penuh semangat.
"Kamu yang packing?"
"Enggak… Raka yang packing!"
Maya langsung merinding.
Raka, bocah usia 5 tahun yang mengira semua barang bisa masuk ke dalam satu tas kecil?
Benar saja, ketika Maya mengecek koper, isinya adalah: satu celana, tiga kaos kaki beda warna, lima mobil mainan, dan sekotak biskuit yang sudah hancur.
Maya menoleh ke Damar dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Papa di mana waktu mereka packing?"
Damar terbatuk pelan. "Eh… ya… Papa sibuk cari promo hotel."
Maya menghembuskan napas panjang. Ini baru awal.
Misi 1: Perjalanan ke Tempat Wisata.
Setelah koper dibereskan ulang (oleh Maya, tentunya), mereka akhirnya berangkat. Rencananya, mereka akan menginap di villa dekat pegunungan.
"Liburan keluarga! Pasti menyenangkan!" pikir Maya.
Sampai akhirnya…
"Mamaaa! Aku lapar!"
"Kita baru di jalan 15 menit, Nak."
"Tapi lapar, Ma!"
Damar, yang sedang menyetir, mencoba memberi solusi. "Tahan dulu, ya. Nanti kita beli makanan pas isi bensin."
Sepuluh menit kemudian…
"Mamaaa, aku mau pipis!"
Maya mengurut kening.
Damar, dengan senyum penuh ketenangan, berkata, "Santai… Santai… Kita udah mau sampai rest area kok."
Tapi begitu tiba di rest area…
"Eh, aku udah nggak mau pipis lagi."
Maya menatap langit.
"Ya Tuhan, kenapa cobaan ini selalu datang di setiap perjalanan?"
Misi 2: Sampai di Villa… yang Tidak Sesuai Ekspektasi.
Setelah perjalanan panjang penuh drama, akhirnya mereka sampai di villa.
Maya tersenyum puas. Tempatnya indah, udaranya sejuk, suasananya tenang…
Lalu Damar membuka pintu villa… dan…
"LOH, KOK GA ADA TEMPAT TIDURNYA?!"
Ternyata, dalam euforia mencari promo murah, Damar salah booking villa. Ini bukan villa, ini cottage minimalis—alias rumah kayu tanpa kasur, tanpa AC, dan dengan kamar mandi di luar!
Maya memejamkan mata. Menarik napas. Menghembuskan napas.
"Tenang… Tenang… Jangan sampai aku berubah jadi Godzilla…"
Sementara itu, Raka dan Tia sudah berlarian ke luar villa, menikmati kebebasan alam.
Maya akhirnya memutuskan, "Ya sudah. Ini kan liburan keluarga. Harus dinikmati!"
Misi 3: Kejutan!
Maya masih sibuk membereskan barang-barang saat tiba-tiba…
"MAMAAAA!"
Lampu villa mati. Suasana gelap.
Maya panik. "Astaga, ini kenapa lagi?"
Tiba-tiba…
JENG JENG JENG!
Lampu menyala kembali, dan di depan Maya…
Ada Damar, Tia, Raka, dan seorang pegawai villa membawa kue ulang tahun.
Di atasnya, lilin menyala lembut.
"Surpriiiiiiseee!"
Maya terdiam.
"Eh… ini… ulang tahunku?"
Damar mengangguk. "Iya, sayang. Tadi aku pura-pura salah booking villa. Sebenarnya aku pesan paket spesial: villa, makan malam, dan pesta kecil buat ulang tahunmu!"
Maya menatap suaminya dengan mulut sedikit terbuka.
Damar meneguk ludah. "Kamu nggak marah, kan?"
Maya tersenyum, lalu memeluk suaminya erat.
"Gila ya… aku capek banget, tapi pas lihat semua ini… kok rasanya semua capek langsung hilang?"
Tia dan Raka ikut memeluk Maya. "Mamaaa, selamat ulang tahun!"
Maya tertawa bahagia.
Ya. Ini memang liburan penuh kekacauan.
Tapi juga liburan paling manis yang pernah ia alami.
Bagian 4: Resolusi.
Setelah pulang dari liburan, keluarga ini membuat janji baru.
"Pokoknya, mulai sekarang kita harus lebih mandiri! Jangan semua mama yang kerjakan!" kata Damar dengan semangat.
Tia dan Raka mengangguk penuh tekad.
Lalu, sebagai langkah nyata, Damar pun mengambil keputusan besar:
Menggaji ART baru untuk membantu Maya!
Dan muncullah Mbok Inem.
Wanita sederhana, baik hati, tapi…
"Lho, Mas, ini kompor kalo anunya diputer kok bisa nyala sendiri ya? nggak perlu pakai korek kayu toh?"
Maya menoleh pelan ke Damar.
Damar langsung bersikap defensif. "Eeh… dia memang gaptek dikit, tapi orangnya rajin kok!"
Maya tertawa.
Ya sudahlah. Apa pun yang terjadi, setidaknya sekarang ada bala bantuan.
Dan yang paling penting…
Maya tahu, keluarganya semakin sayang padanya.
***
Side story: Mbok Inem vs Teknologi Canggih
“SuperMom vs Super Gaptek”
Hari pertama Mbok Inem bekerja di rumah keluarga Maya adalah hari bersejarah. Bukan bagi dunia, tapi bagi peralatan rumah tangga.
Maya, sang SuperMom yang tak tergantikan, akhirnya punya asisten! Setelah bertahun-tahun mengurus semuanya sendiri, Damar akhirnya berinisiatif menggaji seorang ART. Namun, harapan Maya untuk bisa sedikit santai langsung menguap begitu Mbok Inem beraksi.
Babak 1: Rice Cooker vs Mbok Inem.
Maya tersenyum saat menunjukkan rice cooker.
"Nah, Mbok, ini tinggal pencet tombol, nasi mateng sendiri."
Mbok Inem manggut-manggut dengan penuh percaya diri. Lima menit kemudian…
“Mbak Maya! Kok nasinya mendidih kayak kawah gunung berapi?”
Maya berlari ke dapur dan mendapati rice cooker terbuka dengan air nasi luber ke mana-mana. Ternyata, Mbok Inem lupa tutup rice cooker-nya.
"Mbok... ini kan bukan panci biasa, tutupnya harus ditutup, nanti baru kepencet tombolnya..."
"Oalah! Tak pikir kayak masak di pawonan!"
Maya menghela napas panjang.
Babak 2: Blender vs Mbok Inem.
Setelah insiden rice cooker, Maya mencoba hal lebih sederhana.
"Oke Mbok, ini blender. Cuma tinggal masukin bahan, tutup, terus pencet."
Mbok Inem tersenyum percaya diri. Lima detik kemudian…
DUARR!!
Blender meledak seperti pesta confetti, menghamburkan jus mangga ke langit-langit dapur.
Maya hanya bisa mematung melihat Mbok Inem berdiri dengan wajah penuh mangga.
"Lha, Mbak Maya… itu tutupnya nggak kuat ya?"
"Mbok… tutupnya harus DIKUNCI, bukan cuma ditaruh di atas..."
Mbok Inem mengangguk. Lalu menjilat jus mangga yang menetes dari dagunya.
"Ya udah, alhamdulillah rasanya enak!"
Babak 3: Pemanggang Roti vs Mbok Inem.
Maya mulai was-was, tapi tetap optimis.
"Nah, ini gampang banget. Masukin roti, pencet tuas, tunggu, terus angkat."
Mbok Inem tampak paham. Tapi lima menit kemudian, Maya mencium sesuatu…
BAU GOSONG.
Maya berlari ke dapur. Ternyata Mbok Inem memasukkan roti dengan plastiknya sekalian.
"Lho Mbok! Kok plastiknya nggak dicopot?!"
"Tak pikir biar anget semua, Mbak!"
Maya hampir pingsan.
Babak 4: Mesin Cuci vs Mbok Inem.
"Mbok, ini mesin cuci, tinggal masukin baju, tambahin deterjen, pencet tombol start."
Mbok Inem mengangguk, lalu memasukkan baju satu per satu dengan sangat rapi. Setelah selesai, Maya mengintip…
"MBOK! Kok sabunnya se-ember?!"
"Biar bersih maksimal, Mbak Maya!"
Lima menit kemudian… BUSA MELUAP KE SELURUH RUANG CUCI. Damar yang lewat hampir terpeleset dan menghilang dalam lautan busa.
"Maya! Ini rumah atau kolam mandi busa?!"
Maya memejamkan mata, mengingat-ingat dosa apa yang pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya.
Babak 5: Hal Darurat Paling Krusial.
Maya menatap Mbok Inem dengan ekspresi putus asa.
"Mbok, paling penting… kalau ada keadaan darurat, misalnya ada kebakaran atau kecelakaan, yang Mbok lakukan pertama kali apa?"
Mbok Inem berpikir sejenak.
"Foto buat status WA, Mbak?"
Maya langsung menjatuhkan kepala ke meja.
***
Epilog: SuperMom yang Tetap Tak Tergantikan
Akhirnya, seisi rumah sepakat bahwa meski ada Mbok Inem, Maya tetap SuperMom sejati.
Damar membantu dengan lebih banyak hal, anak-anak mulai lebih mandiri, dan Mbok Inem… ya… pelan-pelan belajar supaya tidak membuat rumah seperti zona perang baru.
Satu hal yang jelas: rumah tangga ini mungkin kacau, tapi selalu penuh cinta dan tawa.
^_^
END
***
DISCLAIMER HAK CIPTA
Seluruh cerita pendek yang diposting di website www.iqbalnana.com merupakan karya orisinal yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku. Hak cipta sepenuhnya dimiliki oleh pemilik dan penulis situs ini.
Dilarang keras untuk:
1. Merepost (copy-paste) sebagian atau seluruh isi cerita ke platform lain tanpa izin tertulis dari pemilik situs.
2. Memperjualbelikan cerita ini dalam bentuk buku, e-book, video, audio, atau format lainnya tanpa izin resmi.
3. Menggunakan isi cerita untuk kepentingan komersial tanpa perjanjian dan persetujuan dari penulis.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku. Jika Anda menemukan kasus pelanggaran hak cipta terkait karya di website ini, silakan hubungi pihak pengelola situs untuk tindakan lebih lanjut.
Terima kasih telah mendukung karya orisinal dan menghormati hak cipta.
***